JAKARTA - Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 25 November 2024 bertajuk "Guru Hebat, Indonesia Kuat" menjadi momen istimewa bagi insan pendidikan di Indonesia.
Namun demikian, keistimewaan tersebut berbanding terbalik atau tak selaras dengan kondisi dan nasib dari para guru pendidikan agama Islam (PAI) di Indonesia.
Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Papua Barat Arbangi mengatakan, nasib guru PAI saat ini bak dianak-tirikan oleh Kementerian Agama.
"Guru PAI di Kementerian Agama sebagai anak tiri yang tidak bisa menjadi ahli waris pada jabatan struktural, sehebat apapun itu!, " kata Arbangi dalam keterangannya yang diterima wartawan, Rabu (27/11).
Selain itu, lanjut Arbangi, posisi guru pendidikan agama Islam di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pun tak jauh berbeda, yakni bak orang asing di tengah keluarga.
"Begitu juga di Kemendikdasmen, guru PAI sebagai anak angkat atau pungut. Kalaupun dapat jabatan struktural karena sebab lain. Untuk di daerah tertentu, seperti saya bisa jadi Kepala Sekolah karena merintis sendiri, bukan mewarisi, " tegas Arbangi.
Baca juga:
Ini Dia, Cara Menulis Rilis dalam 3 Menit
|
Dengan banyaknya problem yang dihadapi oleh guru PAI tersebut, Arbangi pun berharap ada regulasi untuk menduduki sebuah jabatan struktural.
"Seperti seleksi terbuka, portopolio atau yang lainnya, untuk mendapatkan sumberdaya manusia (sdm) yang kompeten sebagai pimpinan, " pungkasnya.
*149 Ribu Guru PAI 15 Tahun Antri PPG*
Senada, Ketua DPW AGPAII Sumatera Barat Rimelfi menyebut bahwa guru PAI yang dinaungi oleh Kemendikdasmen dan Kemenag sejatinya harus mendapat perhatian lebih.
Namun demikian, kata dia, fakta di lapangan tidaklah seperti diharapkan hingga menimbulkan gejolak dari kalangan guru PAI yang belum mengikuti PPG (Pendidikan Profesi Guru).
"Karena teman-teman kita guru non-PAI masih muda-muda, masa kerja masih baru tapi sudah difloating mengikuti PPG pada tahun 2024, dengan jumlah kuota yang sangat fantastis, " kata Rimelfi.
"Sementara guru PAI yang PPG-nya dihandle oleh Kementerian Agama harus gigit jari melihat kondisi tersebut, " imbuh Rimelfi, dalam protesnya.
Rimelfi pun berharap kepada Kemenag dan Kemendikdasmen serta DPR RI fokus menyelesaikan PR besar dunia pendidikan, khususnya mem-PPG kan guru PAI yang sudah mengantri sekian puluh tahun.
Menurut Rimelfi, saat ini hal yang paling penting bagi guru PAI se-Indonesia adalah bagaimana kesejahteraan dapat diberikan oleh pemerintah dengan baik dan lancar tanpa hambatan.
Untuk itu, dirinya pun kembali berharap kepada pemerintah bahwa regulasi dan kebijakan untuk guru PAI se-indonesia berlaku sama seperti kebijakan PPG untuk guru non-PAI.
"Jika guru non-PAI PPG-nya dengan biaya yang sangat minim bahkan ditanggung pemerintah serta dalam kurun waktu yang sangat singkat, maka tentu kita berharap begitu juga perlakuan untuk guru PAI, " kata Rimelfi.
"Sebab, guru PAI mengajar di sekolah yang sama, mengajar anak didik yang sama dengan guru non-PAI, tapi mengapa harus dibedakan perlakuan untuk guru-guru tersebut, " imbuh Rimelfi, blak-blakkan.
Rimelfi menjelaskan, persoalan pengelolaan guru PAI Indonesia selama ini yakni tidak dianggarkannya pembiayaan PPG dari APBN secara maksimal. Hal inilah yang mengakibatkan antrian panjang PPG dalam kurun waktu 15 tahun terakhir.
"Alasan yang dikemukakan adalah keterbatasan anggaran. Tentu hal ini tidak bisa diterima begitu saja, sebab anggaran PPG untuk ratusan ribu guru non-PAI selalu ada, sedangkan untuk guru PAI tiada, " katanya.
Terlepas dari pengelolaan PPG guru PAI berada di Kemenag dan pengelolaan PPG guru non-PAI di Kemendikdasmen, namun sejatinya regulasi dan penganggaran harus berlaku sama.
"Sebab baik guru PAI maupun guru non-PAI mengajar di sekolah yang sama, baik itu di bawah Kemenag atau Kemendikdasmen, " kata Rimelfi.
Rimelfi pun tak memungkiri bahwa keterbatasan anggaran dari APBN untuk PPG PAI selama ini telah disiasati oleh Kemenag dengan melibatkan Pemda, Baznas, dan lPDP.
"Namun tentu tidak semua Pemda dan lembaga nonstruktural memiliki anggaran. Hal ini tentu akan terus menuai ketimpangan dan ketidakadilan, " ujarnya.
Terakhir, Rimelfi kembali berharap kepada pemerintah dapat segera menuntaskan antrian panjang PPG guru PAI se-indonesia.
Tercatat lebih kurang 149.000 guru PAI se-Indonesia masih menunggu antrian PPG termasuk di dalamnya ada ratusan guru PAI dari provinsi Sumatera Barat.
"Harapan kita kepada pemerintah semoga pada tahun 2025 antrian panjang PPG dapat terurai secara drastis. Mengapa demikian, sebab PPG merupakan amanat undang-undang dan tugas pemerintah untuk menuntaskannya, " pungkas Rimelfi. (Spyn)